"Ma ... Aku bisa menggambar kupu-kupu," seru Ayik sambil menunjukkan buku tulis yang dia fungsikan sebagai buku gambar.
"Mana? Coba Mama lihat!" Aku menggeser tempat duduk lebih dekat ke arahnya agar lebih jelas gambarnya.
Kulihat gambar kupu-kupu khas anak-anak. Bulatan besar sebagai kepala, disabung dengan gambar lonjong bergaris-garis sebagai badannya dan dua sayap di masing-masing sisinya.
Ada yang kurang.
"Mana antenanya?" koreksiku.
"Oh, iya. Ayik tambahin ya, Ma, gambarnya," ucapnya sambil mulai menggambar antena di kepala kupu-kupu. Tapi?
"Kok antenanya tiga?" tanyaku.
"Ini hantu kupu-kupu, Ma, jadi antenanya tiga," kilahnya. Kuiyakan saja.
"Oh ... iya, masih ada yang kurang lagi, Ma," ucapnya serius. Ayikpun mulai menggambar bulatan yang lebih besar di kepala kupu-kupu.
"Itu apa, Yik?" tanyaku penasaran.
"Jilbab, Ma," jawabnya.
"Katanya hantu, kok berjilbab?"
"Kan, hantu kupu-kupu sholihah," ucapnya tanpa dosa.
Ah ... sudahlah, anak-anak memang selalu benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar