"Dik, daripada kita saling berprasangka, bagaimana kalau kita ke dokter saja?"
"Iya, begitu lebih baik, Mas," jawab istriku. Tampak sekali mendung menggelayuti wajah ayunya.
Beberapa hari ini kami memang dihadapkan dengan masalah yang cukup rumit. Berawal dari hasil cek darah putra semata wayang kami, Rendra.
Rendra sakit panas. Sudah 4 hari panasnya tidak turun, meskipun sudah diberi penurun panas. Dokter menyarankan untuk dicek darah. Dikhawatirkan terkena demam berdarah, karena daerah kami memang sedang musim demam berdarah. Beberapa tetangga kami sudah banyak yang terkena.
Renda pun diambil darah untuk cek laboratorium. Kami meminta dokter sekalian memeriksa golongan darahnya. Sekedar ingin tau. Karena sampai umurnya 7 tahun, kami belum mengetahui golongan darahnya.
Hasil lab keluar. Alhamdulillah trombositnya normal. Yang lain-lain juga normal, hanya angka infeksinya yang agak naik. Dokter bilang tidak apa-apa. Hanya nanti dapat tambahan obat, antibiotik.
Kami pun pulang ke rumah dengan perasaan lega. Saking gembiranya karena Rendra tidak terkena DB, kami lupa menanyakan hasil golongan darahnya.
Setelah istirahat sebentar, iseng-iseng aku buka hasil golongan darah Rendra. Golongan darahnya O.
O?
Kok bisa?
Golongan darahku A, sementara Maya, istriku B. Kenapa anak kami bisa O? Jangan-jangan?
Berbagai prasangka pun muncul. Mulai dari istri yang tidak setia sampai kemungkinan anak kami tertukar waktu di rumah sakit.
Tidak sanggup aku membayangkan keduanya. Sama-sama sakit.
Maya yang meskipun agak cerewet, tapi dia gadis baik. Aku mengenal dan bersahabat dengannya sejak kecil, karena rumah orang tua kami berdampingan. Dan tak pernah sekalipun terdengar desas-desus yang tak menyenangkan tentangnya. Aku percaya, Maya tak mungkin serong. Tapi? Ah ....
Rendra lahir setelah 2 tahun pernikahan kami. Dia memiliki garis wajah yang sama dengan Maya. Hanya kulitnya yang agak berbeda. Aku dan istri berkulit terang, sementara anak kami agak gelap. Mungkinkah?
***
Setelah 3 hari meminum obat dari dokter, alhamdulillah Rendra membaik. Panasnya sudah turun dan mulai ceria kembali. Aku pun memberanikan diri berbicara dengan istri. Mungkin ini akan menyakitinya, tapi aku tak kuasa kalau harus memendam kegelisahan lebih lama.
Istriku tampak kaget mendengar penjelasanku. Dia termenung beberapa saat. Gurat sedih tampak di raut wajahnya.
Saat aku mengajaknya ke dokter untuk berkonsultasi, dia pun mengiyakan.
***
"Bagaimana Pak, Bu? Rendra masih panas?" tanya Dokter Bagus, dokter langganan kami.
"Alhamdulillah sudah sehat, Dok. Sudah bermain lagi seperti biasa," jawabku.
"Begini Dok, kami mau menanyakan hasil golongan darahnya," ucap istriku tidak sabar.
"Kemarin hasilnya sudah diterima kan, Bu?"
"Iya, Dok. Itu yang membuat kami bingung?" Aku mengambil alih pembicaraan.
"Bingung kenapa? Coba jelaskan lebih rinci?"
"Golongan darah saya A, golongan darah istri saya B. Kenapa anak saya O, Dok? Apa mungkin ada yang salah saat pemeriksaan?" tanyaku hati-hati.
Dokter Bagus tersenyum. Tidak tampak marah atau tersinggung. Dia pun mengambil selembar kertas dan pulpen.
"Begini Pak, Bu. Saya bisa menjelaskan kenapa golongan darah anak O sementara orangtua A dan B," Dokter Bagus mulai menjelaskan sambil mencorat-coret kertas yang tadi diambilnya.
"Kode genetik golongan darah adalah seperti ini :
A --> IaIa (A kuat) dan IaIo (A lemah)
B ---> IbIb (B kuat) dan IbIo (B lemah)
Jadi bila orangtua golongan darahnya A dan B, seperti Bapak dan Ibu, si anak bisa memiliki golongan darah A, B, AB atau O. Darimana dapatnya, kita silangkan.
Jika keduanya kuat (A&B kuat), golongan darah anaknya kemungkinan hanya AB
IaIa >< IbIb --> IaIb (AB)
Kalau yang satu kuat yang satu lemah golongan anaknya bisa AB, A, atau B.
IaIa >< IbIo --> IaIb (AB), IaIo (A)
IaIo >< IbIb --> IaIb (AB), IbIo (B)
Kalau sama-sama lemah, golongan darah anaknya bisa AB atau O
IaIo >< IbIo ---> IaIb (AB) dan IoIo (O)"
Kami berdua melongo mendengar penjelasan dokter, tidak terlalu mengerti. Yang kami tangkap hanya satu, bahwa tidak ada yang salah dengan golongan darah Rendra. Dia betul-betul putra kami.
"Sudah mengerti Pak, Bu?"
"Su ... sudah, Dok,"
"Jadi kemungkinan kami termasuk yang terakhir ya, Dok? Sehingga anak kami golongan darahnya O?"
"Betul."
"Makasih sekali ya, Dok. Kami lega sekarang."
"Syukurlah. Ada yang bisa dibantu lagi?"
"Tidak ada, Dok. Sudah cukup. Sekali lagi kami mengucapkan banyak terima kasih."
"Sama-sama. Itu sudah menjadi kewajiban saya, Pak."
Setelah menyelesaikan administrasi, kami pulang dengan perasaan lega. Beban berat selama beberapa hari ini lepas sudah. Tak perlu kuragukan lagi kesetiaan istri tercinta dan status buah hati kami. Rendra benar-benar darah dagingku.
"Alhamdulillah ya, Dek. Maafin Mas ya, Dek, sudah sempat berprasangka jelek" ucapku setelah sampai di rumah.
"Berprasangka jelek ke Maya? Mas pikir Maya selingkuh?" cerocos istriku.
Ah ... alamat dapat omelan lagi nih.
"Mas, sejelek-jeleknya Mas, naudzubillah kalau sampai Maya selingkuh ... Maya masih takut dosa Mas"
"Sebentar, sebentar ... jadi menurut Adik, Mas ini jelek?"
"Ih ... keceplosan" ujar istriku sambil senyum-senyum jail.
"Tapi Dik Maya suka, kan?" godaku.
"Terpaksa." Ucapnya tanpa dosa.
Ah ... aku tau istriku cuma bercanda. Tak mungkin dia lupa, bahwa suaminya ini mantan cover boy. Cover boy majalah satwa.
(Maaf becanda pemirsa, eh pembaca).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar