Minggu, 25 Maret 2018

Antibiotik

"Jadi minumnya tiap 12 jam ya, Dok? Bukan setiap pagi dan sore?" tanyaku setelah mendengar penjelasan Dokter Ayu tentang antibiotik yang di resepnya tertulis 2x1.

"Benar, Bu Rini."

"Bukannya sama saja ya, Dok?"

"Beda, Bu. Pagi dan sore itu luas sekali. Pagi jam berapa? Sore jam berapa? Tidak jelas waktunya. Sementara antibiotik butuh ketepatan waktu."

Aku belum mengerti. Dokter bertubuh langsing itu sepertinya melihat kebingunanku, sehingga dia pun menjelaskan lebih rinci.

"Jika diibaratkan sedang berperang, antibiotik itu seperti pasokan senjata dari luar. Kekuatannya ada yang bertahan 6 jam, ada yang 8 jam, ada yang 12 jam, dan ada yang 24 jam. Makanya harus diminum tepat waktu sesuai aturan. Agar antibodi, tentara tubuh kita, tidak kehabisan pasokan senjata."

"O ... begitu," ujarku sambil manggut-manggut. Sedikit mengerti.

**

Sudah tiga hari ini aku 'anyang-anyangen'. Sebentar-sebentar buang air kecil. Kalau keluarnya banyak, tidak masalah. Terasa lega. Lha ini keluar sedikit-sedikit, tidak tuntas dan nyeri.

Dokter Ayu bilang, aku terkena infeksi saluran kencing. Penyebabnya karena kuman. Kenapa bisa terkena? Boleh jadi karena kurang minum air putih atau sering menahan pipis, sehingga kuman yang harusnya keluar, jadi menumpuk dan akhirnya menimbulkan sakit.

Memang benar sih, sebulan ini aku sedikit sibuk. Ada pesanan baju seragam untuk acara nikahan yang jumlahnya lumayan banyak dan 'deadline'nya mepet sekali. Meski sudah dibantu beberapa penjahit lain, tetap saja masih kuwalahan. Makan dan minum pun sering telat. Keperluan ke kamar mandi pun sering tertunda, demi memaksimalkan waktu agar pesanan segera selesai.

Dan hasilnya seperti ini, aku terkena infeksi saluran kemih.

Dokter Ayu memberikan 2 jenis obat, antibiotik diminum dua kali sehari dan antinyeri diminum 3 kali sehari. Selama ini, setauku kalau di label obat tertulis 2 kali sehari berarti diminumnya tiap pagi dan sore. Dan untuk yang 3 kali, diminumnya pagi, siang dan sore. Ternyata salah.

Mendengar penjelasan Dokter berwajah cerah tadi, aku sedikit tercerahkan.

**

"Boleh bertanya satu lagi, Dok?"

"Iya, silakan"

"Dokter bilang antibiotik harus diminum sampai habis, kenapa, Dok? Bukannya lebih bagus kalau sudah sembuh kita stop saja, biar nggak kebanyakan obat?" Aku masih ingat dulu dokter berhijab panjang itu pernah menjelaskan, kalau obat itu bisa saja menjadi racun kalau diminum terus-menerus atau berlebihan.

"Untuk menghindari resisitensi, Bu.  Kekebalan."

"Maksudnya, Dok? Kan bagus kita jadi kebal?"

Dokter Ayu tersenyum.

"Bukan kita yang kebal, Bu Rini, tapi bakterinya."

"Kok bisa, Dok?"

"Bisa ... Kadang kita sudah merasa sehat, saat baru minum antibiotik beberapa kali. Namun, sayangnya nih, kita tidak bisa tau, keluhan kita membaik itu karena kumannya sudah benar-benar mati atau cuma 'kelenger' saja. Kalau sudah mati berarti aman. Nah yang bahaya kalau yang masih 'kelenger' ini. Dia bisa bermutasi menjadi kuman yang lebih kuat, yang nantinya tidak mempan lagi jika dikasih antibiotik yang sama," jelas Dokter Ayu.

"Kan tinggal ganti antibiotik saja, Dok?"

"Jenis antibiotik itu terbatas, Bu. Antibiotik terbaru ditemukan sekitar 13 tahun yang lalu. Jadi nggak bisa seenaknya ganti seperti itu, Bu."

Melihatku bengong, Dokter Ayu kembali melanjutkan penjelasannya.

"Saya pernah mendapati pasien dengan infeksi saluran kencing sama seperti Ibu. Dengan berbagai jenis antibiotik keluhannya tidak membaik. Setelah konsul spesialis, akhirnya diuji kultur, untuk mengetahui antibiotik apa saja yang masih sensitif. Dan hasilnya hanya tinggal satu saja yang mempan," Dokter Ayu berhenti sejenak, sebelum kembali melanjutkan.

"Obatnya bukan obat minum, tapi hanya tersedia dalam bentuk suntikan. Harus disuntikkan sehari 3 kali selama beberapa hari. Belum lagi harga obatnya yang jauh lebih mahal dari antibiotik yang di resep, Ibu. Sepuluh kali lebih mahal untuk sekali suntik."

"Ngeri ya, Dok?"

"Itu masih beruntung, Bu, masih ada yang mempan. Kalau sudah nggak ada lagi yang mempan, bagaimana?"

Aku bergidik, membayangkan 'anyang-anyangen' seumur hidup.

"Jadi nggak boleh nawar ya, Dok. Harus dihabiskan?"

"Iya, harus dihabiskan."

"Tapi untuk obat yang lainnya ini boleh diminum sesuai gejala saja, kan, Dok?" tawarku.

"Boleh ... kalau sudah baikan, yang lain boleh distop."

"Baik, Dok. Makasih banyak penjelasannya."

"Sama-sama. Oh ... iya, satu lagi, jangan lupa minum air putih yang banyak, minimal 3 liter sehari"

"Wow ... banyak sekali, Dok. Tapi saya usahakan, insyaallah."

Kuiyakan saja. Takutnya Bu Dokter menjelaskan lagi efek kurang minum dan bla bla seperti tadi, tambah bikin tidak bisa tidur nanti malam.

"Baiklah, Dok. Saya pamit dulu. Sekali lagi saya ucapkan terima-kasih."

Setelah menyelesai administrasi, aku meninggalkan klinik tersebut. Senang berobat di klinik ini, petugasnya ramah-ramah. Dan tiap pulang, bukan cuma bawa obat tapi juga pengetahuan baru.

END
****

Kritik dan saran sangat diharapkan. Isi, dialog, pemilihan kata mohon dibenarkan kalau ada yang kurang tepat. Makasih

20180326

Tidak ada komentar:

Posting Komentar