"Bang, whatsappnya ku-off-kan ya," ucapku seraya memencet tombol hapus instalan whatsapp di pengaturan ponsel pintar.
"Yakin? Nanti kalau teman-teman menghubungi bagaimana?"
"Kalau penting biar teleponlah, Bang"
"Kalau Abang pengen ngasih kabar harus telepon juga? Boros, Neng,"
"Alah, Bang ... kita kan kemana-mana selalu berdua, ngapain WA nan segala," kilahku.
Sejak menikah dua tahun yang lalu kami memang jarang berpisah, kemana-mana bersama. Bagaimana tidak sama-sama terus, wong saya kasirnya suami di toko.
"Iya juga ding,"
"Tapi kenapa dimatiin?" lanjutnya.
"Berat Bang, Eneng nggak kuat"
"Dilan lagi ... Dilan lagi, bosen ah"
Aku bukan penggemar Dilan. Tapi di timeline sosmed sering muncul tulisan teman-teman tentang Dilan. Jadi ikut-ikutan. Dan Bang Junaid sudah bosan rupanya kugombalin.
"Biasalah, Bang. Kebanyakan grup," kusebutkan alasan.
"Kan tinggal keluar, Neng. Gitu aja kok repot."
"Nggak enak, Bang. Grup yang paling aktif grup keluarga. Kalau Eneng keluar, terus dicoret dari daftar ahli waris gimana?"
"Ahli waris? Terserah deh, suka-suka Eneng," ucap Bang Junaid sambil nyengir.
Kedua orang tua kami sudah lama meninggal, jadi ahli warisnya siapa ... entahlah.
"Yang penting Eneng sudah kasih tau ya, Bang. Jadi jangan kirim pesan sayang lewat WA, ke rekening Eneng saja"
Bang Junaid tambah nyengir.
***
Sudah lama sebenarnya ingin tidak tergantung lagi sama HP. Mau menon-aktifkan semua akun di media sosial. Banyak hal yang terlewatkan saat aku sibuk dengan kotak pintar ini. Acara-acara alay di TV misalnya. Nggak ding.
Dulu dalam sebulan bisa menamatkan baca qur'an sampai beberapa kali. Karena selalu ada qur'an kecil yang selalu menemani kemanapun pergi. Bisa dibaca kapan saja bila ada waktu luang.
Sekarang?
Ponsel sudah mengambil alih segalanya. Bahkan bukan cuma di waktu luang saja, disaat sibuk pun dicari-cari kesempatan biar bisa sejenak membukanya. Facebook, twitter, instagram, youtube, dan teman-teman menjadi magnrt kuat yang selalu menarikku untuk menengok.
Dan aku sungguh ingin lepas dari jeratnya.
Pertama BBM dengan mudah bisa dieliminasi. Karena tidak terlalu banyak teman yang memakainya. Kedua instagram dengan alasan yang sama, selain karena aku tak suka berfoto ria. Twitter aku tak terlalu pandai memakainya, jadi jarang buka. Keempat meskipun berat akhirnya whatsapp berhasil kuhapus juga.
Tidak ada masalah dengan whatsapp sebenarnya. Yang masalah banyaknya grup yang kuikuti. Grup keluarga, grup alumni, grup kajian dan grup-grup lain menggodaku untuk selalu membukanya. Tak sanggup rasanya minta ijin untuk left dari grup. Selain karena sungkan, pasti aku akan sangat merindukan mereka. Tapi kalau terus-terusan mantengin grup takutnya semakin membuat waktu terbuang sia-sia.
***
"Neng, Abang nemu cara biar bisa keluar grup tanpa ketahuan anggota grup lainnya," ucap suamiku sumringah.
"Emang bisa, Bang?"
"Bisa, mana HP mu?"
Aku pun menyerahkan kotak 5 inchi milikku.
"Kita perlu menyediakan nomor baru. Ini Abang sudah belikan," ucap Abang sambil membuka HPku dan memasukkan simcard yang baru dia beli. Kemudian menyalakannya kembali.
"Kita aktifkan whatsappnya"
Bang Junaid mengaktifkan kembali akun whatsappku. Setelah aktif, ditekannya tombol titik 3 di pojok kanan atas. Selanjutnya kira-kira begini.
1. Buka pengaturan WA, kemudian kalau kita tidak ingin kehilangan chat sebelumnya kita cadangkan akun. Caranya setelah pengaturan klik tombol chatting - cadangan chat - cadangkan
2. Kembali ke pengaturan. Lalu klik tombol akun -ganti nomor- lanjut-isikan nomor baru dan nomor lama kemudian tunggu aktivasi.
3. Jika sudah teraktivasi, berarti akun WA kita udah sah ganti ke nomor yang baru.
4. Selanjutnya kita ke pengaturan ponsel, lalu hapus data whatsapp. Kemudian kita masuk lagi ke akun whatsapp dengan nomor yang lama.
"Lihat nih Ning, grupnya sudah hilang semua, kan!" seru suamiku sambil menunjukkan tampilan whatsappku setelah dia otak-atik.
"Iya ... grupnya hilang semua. Tidak bisa pilih-pilih grup yang mau dihilangkan ya, Bang?"
"Tidak bisa. Tapi daripada dioffkan, jauh lebih mendingan kan? Abang tidak perlu kebingunan menghubungi Eneng. Bisa bocor kantong Neng, kalau harus teleponan terus."
"Iya juga sih ... Abang cakep, deh. Pinter lagi," godaku.
"Seluruh negeri sudah mengakui itu, Neng," jawab Bang Junaid membusungkan dada.
Terserahlah. Yang penting masalah whatsapp teratasi. Alhamdulillah. Tinggal menguatkan hati untuk menghapus akun sosmed berikutnya. Facebook.
END
****
#Hanya_fiksi
Mohon kritik dan sarannya ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar