Sabtu, 24 Maret 2018

Es Dan Kejujuran

"Ma ... aku minta maaf, ya," ucap Ayik sambil mencium punggung tanganku.

"Kenapa minta maaf? Ayik salah apa?" Aku meraih tubuh kecilnya ke pangkuan.

"Tadi Ayik beli es ..." Dia ragu melanjutkan.

Aku sedikit terkejut. Mulut ini rasanya gatal sekali ingin menyeramahinya.
Bagaimana tidak? Baru sehari dia sembuh dari batuk pilek dan sekarang sudah beli es lagi.

Kalau tau dia mau beli es, tentu aku tidak akan memberinya uang.

"Esnya sudah habis?" tanyaku. Bocah 4 tahun itu tidak terlihat membawa es.

"Masih, Ma. Ayik taruh di depan rumahnya nenek."

"Kenapa ditaruh di sana?" Aku sedikit penasaran.

"Kalau dibawa pulang, Ayik takut dimarahin, Mama?"

Lha?

"Kalau takut, kenapa cerita ke Mama?" Aku tambah penasaran.

"Mama kan pernah bilang, kalau Ayik jujur, Mama nggak akan marah."

Deg.

Aku kaget sekaligus terharu. Amarahku yang tadi sempat membuncah, tiba-tiba hilang seketika.

Aku dan suami, memang selalu mewanti-wantinya, agar senantiasa berkata jujur. Berbuat salah tidak apa-apa, karena jangankan dia yang masih bocah, kita yang sudah dewasa saja tidak selamanya lurus, banyak bengkoknya. Asalkan berani jujur mengakui kesalahan dan meminta maaf serta berjanji tidak mengulanginya, kami berjanji tidak akan memarahinya.

Kami berharap, saat dewasa kelak dia menjadi pribadi yang jujur dan pemberani, berani mengaku salah kalau memang salah. Tidak malah pura-pura menabrakkan diri di tiang listrik. Kasihan tiang listriknya.

(Ah ... nulis apaan sih, kok jadi tiang listrik kebawa-bawa)

"Mama sudah janji lho nggak akan marah," ujarnya menyadarkanku.

"Iya, Mama nggak akan marah. Tapi janji lho, nggak boleh beli es lagi, kalau tanpa ijin Mama!"

"Baik, Ma" Dia mengangguk sambil tersenyum ceria.

Tapi?

"Lha emang, Ayik nggak dimarahin sama nenek, kalau ketahuan beli es?" Neneknya sangat cerewet sekali kalau soal es. Bisa ngomel berhari-hari kalau sampai Ayik ketauan beli es.

Wajahnya nampak terkejut, seperti baru ingat sesuatu.

"Oh ... iya, dimarahin juga. Aduh ... gimana, Ma? Ayik ambil esnya dulu ya, Ma, sebelum Nenek lihat," ucapnya sambil turun dari pangkuan.

Tanpa menoleh lagi dia pun berlari menuju rumah nenek, yang berada tepat di sebelah rumahku.

Mamanya cuma bengong, lalu tersenyum melihat polah lucunya.

End
***
Mohon kritik dan sarannya, terutama dialog tagnya. Makasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar