"Mohon maaf, kalau mengaji di masjid jangan terlalu keras, mengganggu orang lain yang sedang ingin bercengkerama dengan Tuhan-Nya".
Aku terhenyak membaca secarik kertas yang diberikan seorang anak kecil. Penulisnya bukan bocah itu tentu saja. Tapi seorang remaja berwajah bersih, berseragam abu putih yang bermakmum kepadaku tadi.
Sehabis sholat dzuhur dan ba'diahnya, aku memang terbiasa membaca alqur'an sampai menjelang pukul 14.00 . Jam istri pulang kantor. Pekerjaan yang fleksible, membuatku bebas mengatur jam kerja, tidak terikat aturan tertentu.
Masjid Nurul Iman ini salah satu masjid favoritku. Bangunannya megah, bersih, dan rindangnya pohon di halaman, membuat betah berlama-lama di sana. Letaknya juga cuma beberapa meter dari kantor istri. Jadi biasa selesai semua urusan, langsung capcus ke sini, ngadem sekalian nunggu istri pulang.
Siang itu, masjid tampak sepi. Padahal sudah masuk waktu dzuhur. Selesai bersuci, aku ambil spiker, bersiap-siap untuk adzan. Rezeki. Aku ingat hadis yang bunyinya kira-kira begini ....
"Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala yang didapatkan dalam adzan dan shaf pertama kemudian mereka tidak dapat memperolehnya kecuali dengan undian niscaya mereka rela berundi untuk mendapatkannya…”
Berarti keberuntungan buatku kan? Karena tidak perlu berebut dengan yang lain.
Selesai adzan, tidak ada jama'ah yang datang. Aku berdiri untuk sholat qobliyah. Datanglah pelajar SMA pria tadi. Kami pun sholat dzuhur berjamaah. Usai sholat aku langsung berdiri untuk sholat rowatib berikutnya dan melanjutkan dengan membaca Kalamullah.
Kulihat dia masih sholat ba'diayah. Khusuk sekali. Begitu menikmati setiap rukuk dan sujudnya. Sampai setengah juz bacaan qur'anku, dia baru menyelesaikan sholat ba'diyahnya.
Dia duduk sejenak dan berlalu. Tak kuperhatikan kemana perginya. Sampai seorang anak kecil menghampiri.
"Ini dari kakak yang tadi," ucapnya sambil menunjuk ke arah pemuda tadi, yang ternyata masih di halaman masjid.
Marahkah aku? Tentu tidak. Begitulah layaknya seorang muslim dalam menasehati. Jika ada saudaranya berbuat salah, jangan sampai diumbar di depan umum, dengan dalih membetulkan kesalahannya. Tapi nasehatilah secara sembunyi-sembunyi, sehingga dia tidak merasa dipermalukan.
Selesai membaca nasehat yang dia kirim, aku berniat hendak berterimakasih padanya, karena sudah mengingatkan. Tapi dia sudah tidak ada.
Ah ... Terbesit do'a di hati, mudah-mudahan 10 tahun lagi, pemuda seperti dia yang akan memimpin negeri tercinta ini. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar