"Alhamdulillah, daganganya hari ini laris ya, Bang?", ucap istriku sambil mengusap peluhnya.
"Istirahat, Dik. Biar hilang dulu capeknya", ujarku saat melihat dia bersiap-siap mengambil pakaian kotor untuk dicuci.
"Nggak capek kok, Bang. Kalau sepi pembeli, baru rasanya sakit-sakit badan, sampai ke sini-sini", ucapnya sambil menepuk dadanya.
"Hahaha..." Aku terbahak mendengar candanya.
Itulah Mei, istriku, gadis manis yang kupersunting 15 tahun yang lalu. Sekarang sudah bukan gadis lagi tentu saja, tapi manisnya tetep sama, nggak berubah. Seorang pekerja keras, nggak suka berpangku tangan dan sedikit cerewet.
Nggak tega sebenarnya membiarkan dia ikut kerja keras banting tulang di pasar. Tapi dianya yang bersikeras untuk ikut jualan. Sepi katanya di rumah. Dua orang anak kami Hamid dan Khalid belajar dan tinggal di pesantren. Jadi tinggal kami berdua yang di rumah. Kalau salah satu bepergian, akan terasa banget sepinya.
Ah.. btw, aku harus segera menyusul istriku ke sumur untuk membantunya mencuci. Lima belas tahun berumah tangga, aku juga sudah hafal dengan sifatnya yang satu ini.
"Bang, bantuin dong..." , teriak istriku dari belakang.
"Iya.. iya sebentar, ini sedang jalan", jawabku sambil mempercepat langkah.
Dia pekerja keras, dan benci orang malas. Kalau sedang sibuk sementara dia lihat Abangnya ini duduk-duduk, dia akan ngambek 3 hari 3 malam. Kebayang kan kalau orang cerewet lagi ngambek? Hehehe...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar